Ilusi atau Kenyataan?


 ***

Negeri ini masih berselimutkan adat dan budaya leluhur. Tidak ada yang bisa memungkiri ataupun mengelak dari Ritual nenek moyangnya. Benar ataupun salah, Tuhan dan adat seiring sejalan, seiya sekata dalam menapaki hari demi hari di negeri timur, arah yang menjadi anugerah sebagai jalur terbitnya sang surya. Bocah ini, lahir ditengah kelembutan suara dan dialek Lamaholot, sebagai Induk dari berbagai rumpun bahasa di sebuah negeri yang dijuluki  “ADU DARAH” dimana tabuh genderang perang dan gemuruh suara teriakan perang menjadi hal yang biasa terdengar dalam mempertahankan tanah dan adat. Benar, mungkin terdengar mengerikan. Namun, dimanapun itu kita harus percaya bahwa malaikat dan iblis adalah penyeimbang. Kamu harus menyimpan monster untuk saat-saat yang dibutuhkan.

Bocah ini tumbuh ditengah keseimbangan itu. Ada banyak kisah dan hikayat yang diceritakan oleh ibu dan saudaranya tentang jenis suku dimana dia berasal. Apa saja pantangan yang tidak boleh dilanggar bagi darah yang hadir dari suku itu. 

Tiba disuatu sore, tatkala hujan menyelimuti kampungnya. Anak ini sedang tertidur bersama ibunya. Seketika terdengar bunyi seperti benda jatuh diatas ilalang atap rumah mereka. Kilatan cahaya petir menyambar dimana-mana. Lalu bocah ini tiba-tiba menangis dan berteriak seolah disengat sesuatu. Dan benar saja, ada sebuah jejak benda meliuk-liuk diatas tanah menuju kedalam kamar. Tidak ditemukan apapun disitu, namun anak ini diusianya yang menginjak balita, hanya bisa menangis kesakitan.

Keesokan harinya ia jatuh sakit. Menurut dukun setempat, sakit yang dialaminya bukan sakit biasa. Ini berkaitan dengan roh leluhur dan nenek moyang. Lalu hal yang paling mengerikan diingatan anak ini adalah, air adalah Ular. Setiap tetes air hujan layaknya ribuan ekor ular hitam yang jatuh ke tanah. Bahkan keringatnya sendiri, baginya, dimatanya, yang dilihatnya adalah Ular hitam. Hari-hari dilalui anak ini hanya dengan tangis dan teriakan.

Sang dukun mengerti apa yang sedang dialami oleh anak ini. Diapun meraih lalu menggendongnya sambil menyuruh mengarahkan pandangan ke sebuah bukit nun jauh disana. “Apa yang kamu lihat?” bisik sang dukun. “Seorang Lelaki sedang menebang sebuah batang pohon”. Jawab anak itu. “Benarkah? Hanya itu?”. Lalu si anak mulai bercerita; “setelah menebang pohon itu dengan kapak, lelaki itu membuang serpihan kayunya kesini, tapi serpihan itu berubah menjadi burung-burung gereja lalu beterbangan di dahan pohon mangga di depan rumahmu, Nek”. Si dukun tertawa lepas, “Hahahahaaa, kamu sudah kembali cerewetmu yah, ya sudah lanjutkan menonton apa yang dilakukan lelaki itu” katanya.

Semua cerita itu berakhir saat anak itu merasakan sesuatu dikakinya, sesuatu terasa seperti gigitan. Matanya menoleh kebawah lalu menggoyangkan kaki kirinya sambil menangis dan berteriak. “Ada apa? Kenapa? Tanya dukun itu. “Ada ikan kuning yang menggigit kaki kiri saya, tapi badannya panjang dan ekornya merah menyala” jawab anak itu. Sesuatu yang sulit dipercaya oleh akal manusia, namun semuanya bisa saja nyata karena ini adalah negeri adat istiadat dimana manusia hidup beriringan dengan hal-hal mistis.

Beberapa minggu kemudian anak ini dinyatakan sudah sembuh oleh si nenek yang terkenal sebagai dukun di kampung itu. Entah apa yang dilakukan oleh nenek itu, entah ramuan apa yang diberikan, namun kenyataannya anak itu telah sembuh dan bermain air seperti biasanya. Semua cerita ini hanya tersimpan diantara nenek si dukun dan bocah ini. Mungkin saja hanya ilusi yang tak berdasar, namun obrolan dan penglihatan itu, nyata adanya bagi si bocah dan dukunnya.

BERSAMBUNG….

Jo


Comments

Popular posts from this blog

Rotan dan Besi

Belajar menjadi Transcriber

Rindu dan Kepergian