Rotan dan Besi

 

*** 

Perjalanan jauh dan melelahkan akhirnya mencapai titik perhentian. Tak terhitung jaraknya, tidak diketahui berapa selat dan pulau yang terlewati. Begitu jauh hingga bisa dipastikan akan butuh ribuan hari lagi jika ingin kembali dan bertemu dengan nenek dan ibunya. Suasana baru, lingkungan baru dan rutinitas baru menjadi hal yang akan dilalui si anak desa ini. Lembaran dan bab baru segera dimulai. Namun apapun itu, dia tetaplah bocah miskin ilmu dan pengalaman yang jika dibandingkan dengan kehidupan sebelumnya, sangat jauh berbeda. Tidak ada teman sebaya, tidak ada lumpur dan debu, dan bahkan tidak ada jadwal bebas untuk bermain seperti dulu sehingga rutinitas baru disini terasa sangat monoton dan membosankan. 

Pamannya adalah seorang lulusan menengah kejuruan dengan beribu pengalaman pahit di negeri ini sebelum akhirnya memiliki pekerjaan dan berpenghasilan sendiri. Sedangkan bibinya adalah seorang lulusan tenaga medis dimana seragam putihnya menjadi simbol sebuah ketulusan hati untuk melayani sesama manusia. Entah bagaimana pertemuan dan kisah cinta mereka, tidak terlalu dipedulihan oleh bocah ini, karena dimasa dan usianya sekarang, bermain adalah poin utama, melihat benda-benda baru yang tidak pernah dilihatnya di kampung halamannya adalah hal yang menarik, menumpahkan tepung dan gula di dapur adalah rutinitas bocah ini, hingga akhirnya, rotan adalah satu-satunya teman baiknya. Dirotan agar dia paham bahwa yang ini tidak boleh untuk bermain, yang itu tidak boleh disentuh dan jam segini kamu harus ngapain. Sekarang adalah masa dimana disiplin akan membentuk watak dan kepribadianmu. 

“EL? EL?” terdengar suara memanggil namun tidak dihiraukan si bocah itu. Tiba-tiba, “plak, plak” suara rotan diiringi teriakan tangis bocah itu. “Kalau dipanggil itu jawab, bukan diam-diam saja” kata bibi nya. “Iya” jawab bocah itu sambil cecugukan. “Iya? Iya saja? Iya mama bilang, iya saja? Pikirnya saya teman bermain?” kata bibinya sambil merotan lagi. Begitulah keseharian sibocah itu. Dirotan dan dirotan lagi untuk hal-hal ringan agar diingat dan dipelajari sehingga kedepannya anak itu tahu bagaimana menghargai orang dewasa ketika dipanggil. Hari-hari terasa begitu berat baginya namun ada hal baiknya. Iyah, masih ada hal-hal baik yang setidaknya menurut dia itu baik. Minimal, ada makanan baru yang jarang iya nikmati ketika masih di kampung. 

“Nasi”.

Benar, makanan ini sangat jarang dia makan. Jika dulu jagung adalah makanan pokoknya, maka disini, jagung sangat jarang bahkan tidak pernah lagi dia makan. Jadi walaupun dirotan untuk hal aneh dan sepele baginya disetiap harinya, namun dia tetap makan teratur dan enak. Walaupun segalanya penuh dengan aturan aneh, Namun jika diingat lagi, dipukul dan dicubit adalah hal yang biasa dia terima dulu, sehingga sedikit demi sedikit dia pun terbiasa dirotan. Karena itu adalah perlakuan yang sama walaupun rasanya agak sedikit berbeda. Lebih sakit dan rasa perihnya lama. 

Jika pagi bocah ini bertemu rotan, maka malam harinya dia bertemu dengan penggaris besi. Iya benar, penggaris besi adalah senjata andalan pamannya ketika mengajari membaca, berhitung dan menulis karena sebentar lagi adalah waktunya menapaki jenjang sekolah dasar. Namun bagi bocah ini, penggaris besi lebih ia favoritkan karena walaupun besi, namun tidak pernah sekalipun ia dipukul pamannya dengan benda itu. Pamannya selalu mengajari dengan senyum sambil sesekali memeluknya. Disini harus diakui bahwa fisik anak ini memang putih dengan rambut halus terurai, kulit putih dan wajah sedikit berbeda dengan saudaranya yang lain, anak dari ibunya. Sehingga wajar saja dia sangat disayang ibunya melebihi saudaranya yang lain karena disisi lain, anak ini lebih sering dipukul oleh neneknya dibandingkan saudara-saudaranya.

Masa sekolah pun dimulai, bagaimana kelanjutan kisahnya? Nantikan di episode berikutnya.

BERSAMBUNG…

Jo


Comments

  1. Keseharian ketika ada waktu luang.
    Membaca hasil karya anak desa yg satu ini.
    Sukses trus sobatku..

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Belajar menjadi Transcriber

Rindu dan Kepergian